Penulis By : Henri P.
Mari kita belajar sekali lagi tentang pasangan hidup.
Penghargaan akan visi membuat seseorang bijak dan berhati2 dalam
memilih pasangan hidupnya. Esau adalah contoh orang yg sembarangan terhadap
visi dan pasangan hidup.
Kata Esau kepada Yakub: "Berikanlah kiranya aku menghirup
sedikit dari yg merah2 itu, karena aku lelah." Tetapi kata Yakub:
"JUALLAH DAHULU KEPADAKU HAK KESULUNGAN ITU." Sahut Esau:
"Sebentar lagi aku akan mati, APAKAH GUNANYA BAGIKU HAK KESULUNGAN
ITU?" Kata Yakub: "Bersumpahlah dahulu kepadaku." Maka
bersumpahlah Esau kepada Yakub dan DIJUAL ESAULAH HAK KESULUNGAN-NYA KEPADA
YAKUB. Lalu Yakub memberikan roti dan masakan kacang merah itu kepada Esau; ia
makan dan minum, lalu berdiri dan pergi. Demikianlah ESAU MEMANDANG RINGAN HAK
KESULUNGAN ITU. (25:30-34).
Esau tidak mengerti keberhargaan hak kesulungannya. Dalam
Perjanjian Baru, hak kesulungan ini berbicara tentang warisan visi dan milik
pusaka yg diperoleh dari orangtua rohani. Tidak semua orang menghargainya;
tidak semua orang menginginkannya. "Apakah gunanya bagiku hak kesulungan
itu?" adalah sikap hati banyak orang hari2 ini. Esau dengan mudah
menukarkannya dengan sepiring makanan dan menganggap bahwa hal itu takkan
berdampak apa2 terhadap kehidupannya kelak.
Ketika Esau telah berumur 40 tahun, IA MENGAMBIL Yudit, anak
Beeri ORANG HET, dan Basmat, anak Elon ORANG HET, MENJADI ISTERINYA. Kedua
perempuan itu MENIMBULKAN KEPEDIHAN HATI bagi Ishak dan Ribka. (26:34-35).
Orang yg memandang ringan hak kesulungan cenderung akan
memandang ringan juga perkara pasangan hidup, demikian pula sebaliknya. Hak
kesulungan sangat erat kaitannya dengan pasangan hidup, teman pewaris kasih
karunia. Hak kesulungan berbicara tentang visi dan panggilan TUHAN, dan
pasangan hidup yg tepat dan sepadan adalah salah satu syarat mutlak untuk
menggenapi panggilan TUHAN itu.
Esau bertindak sembarangan dengan hak kesulungannya, ia tidak
menganggapnya penting, dan ia menukarkannya dengan makanan (keinginan mata dan
keinginan daging). Demikian pula ia tidak memandang penting dengan siapa ia
menikah. Ia menikahi 2 orang wanita asing, orang Het, tanpa berkonsultasi
dengan kedua orangtuanya.
Bahkan di kemudian hari, ketika ia mengetahui bahwa orangtuanya
tidak menyukai istri pilihannya, ia malah mengambil keturunan Ismael menjadi
isteri ketiganya, mengulangi kesalahan yg sama. Ia memang sama sekali tidak
memahami perkara keluarga rohani dan warisan rohani.
Berbeda dengan sikap Abraham terhadap Ishak dan sikap Ishak
terhadap Yakub. Abraham sangat berhati2 dalam mencarikan seorang istri bagi
Ishak. Ishak dan Ribka juga sangat berhati2 dalam menasehati Yakub tentang
bagaimana cara mengambil seorang istri.
Kepada hambanya yg paling tua dalam rumahnya, Abraham berpesan:
"Aku mengambil sumpahmu demi TUHAN, Allah, bahwa engkau TIDAK AKAN
MENGAMBIL UNTUK ANAKKU SEORANG ISTRI DARI ANTARA PEREMPUAN KANAAN yg di
antaranya aku diam. Tetapi engkau HARUS PERGI KE NEGERIKU DAN KEPADA SANAK
SAUDARAKU UNTUK MENGAMBIL SEORANG ISTRI BAGI ISHAK, ANAKKU." (24:3-4).
Abraham menegaskan kepada hambanya itu bahwa perempuan asing
takkan pernah menjadi isteri Ishak; isteri Ishak harus berasal dari sanak
saudaranya sendiri. Tampaknya kaku, bukan? Tetapi keputusan ini lahir dari
pengertian yg benar tentang keberhargaan visi dan janji TUHAN dalam hidup
Abraham.
Ishak memanggil Yakub, lalu memberkati dia serta memesankan
kepadanya: "JANGANLAH MENGAMBIL ISTERI DARI PEREMPUAN KANAAN. Bersiaplah,
pergilah ke Padan-Aram, ke rumah Betuel, ayah ibumu, dan AMBILLAH DARI SITU
SEORANG ISTERI dari anak2 Laban, saudara ibumu."
Ishak mewarisi dari ayahnya, Abraham, pengertian yg benar akan
keberhargaan visi dan janji TUHAN. Dan ia kembali mewariskan pengertian itu
kepada anaknya, Yakub. Ia menegaskan bahwa perempuan asing bukanlah pilihan yg
patut dipertimbangkan; keluarga ibunya adalah sumber pilihan satu2nya.
Esau baru menyadari kesalahannya
ketika ia melihat adiknya, Yakub, mentaati perkataan ayah ibunya.
"Ketika Esau melihat bahwa Ishak telah memberkati Yakub dan
melepasnya ke Padan-Aram untuk mengambil isteri dari situ, dan bahwa YAKUB
MENDENGARKAN PERKATAAN AYAH DAN IBUNYA, dan pergi ke Padan-Aram, maka Esau pun
MENYADARI, bahwa perempuan Kanaan itu tidak disukai oleh Ishak, ayahnya. Sebab
itu ia pergi kepada Ismael dan mengambil Mahalat menjadi isterinya, di samping
kedua isterinya yg telah ada. Mahalat adalah anak Ismael anak Abraham, adik
Nebayot. (28:6-9).
Esau terlalu lambat menyadari kesalahannya, dan ketika dia
mengambil sikap untuk memperbaiki kesalahannya itu, ternyata dia kembali
melakukan kesalahan baru. Dia tidak mengerti prinsip2 kerohanian; dia tidak
punya dasar kebenaran yg kuat; dia tidak memahami keluarga rohani dan warisan
rohani.
Sikap Ishak yg menerima dengan sukacita pilihan ayahnya,
Abraham, baginya, yakni Ribka, patut diteladani. "Lalu Ishak membawa Ribka
ke dalam kemah Sara, ibunya, dan mengambil dia menjadi isterinya. Ishak
mencintainya dan demikian ia dihiburkan setelah ibunya meninggal."
(24:67).
Ia sangat percaya itikad baik ayahnya terhadap dirinya dan nilai
rohani yg dipegang oleh ayahnya tentang keberhargaan visi. Ishak memiliki hati
yg lemah lembut untuk taat, tidak berbelat-belit. Sikap hati dan keputusan
Ishak ini layak diteladani oleh setiap pria ULB.
Sikap Ribka juga seyogyanya menjadi panutan bagi para wanita
Allah.
"Lalu mereka memanggil Ribka dan berkata kepadanya:
"Maukah engkau pergi beserta orang ini?" Jawabnya: "Mau."
(24:58). Ribka memiliki kepekaan yg tinggi akan kehendak Allah bagi hidupnya
dan pengertian yg benar akan keberhargaan visi yg dimiliki oleh seorang
pahlawan rohani.
Secara jasmani ia belum pernah melihat Ishak, namun secara
rohani ia tahu bahwa pria ini adalah pewaris visi dari seorang yg sangat
visioner, yaitu ayahnya, Abraham. Ribka berhasil mengenyampingkan hasratnya
untuk pemenuhan kriteria2 jasmani dan menggantikannya dengan penghargaan yg
tinggi akan keberhargaan visi ilahi. Sikap hati dan keputusan Ribka ini layak
diteladani oleh setiap wanita ULB.
Sebagai seorang ULB/CULB, kita perlu menyadari sepenuhnya bahwa
dalam Perjanjian Baru, semua suku bangsa sama nilainya di hadapan KRISTUS,
karena sama2 telah dibeli dengan harga yg sama, yaitu DARAHNYA SENDIRI. Hal ini
ditegaskan dalam surat2 Rasul Paulus.
"Dalam hal ini TIADA LAGI orang Yunani atau orang Yahudi,
orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak
atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala
sesuatu." (Kol.3:11).
"Dalam hal ini TIDAK ADA orang Yahudi atau orang Yunani,
tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki2 atau perempuan, karena kamu
semua adalah satu di dalam Kristus Yesus." (Gal.3:28).
Jadi, dalam pertimbangan memilih pasangan hidup, seorang
ULB/CULB tidak sepatutnya lagi memasukkan kriteria kesamaan suku dalam
pertimbangannya, karena bila demikian, maka tanpa sadar ia telah:
👉 menyangkali/menafikan KEMULIAAN DARAH KRISTUS yg telah
membuat semua suku menjadi sama nilainya di hadapan-Nya;
👉 menyangkali/menafikan KEMULIAAN PANGGILANNYA SEBAGAI
SEORANG ULB untuk membawa Injil Kristus kepada semua suku bangsa.
Faktor yg benar untuk dipertimbangkan dalam memilih pasangan
hidup dalam TUHAN adalah KESEPADANAN ROHANI, yg meliputi:
👉 kesamaan visi;
👉 kesamaan kerinduan untuk terus bertumbuh dalam pengenalan
akan TUHAN;
👉 kesamaan komitmen untuk berubah ke arah kesempurnaan
karakter Kristus;
👉 kesamaan kerelaan untuk berbuah2 bagi kemuliaan Bapa;
👉 kesamaan passion untuk melakukan 5 pilar rohani (doa -
penginjilan - pemuridan - persekutuan - misi).
Faktor jasmani bukan lagi menjadi hal yg bersifat mutlak, dan
faktor kesukuan seharusnya tidak perlu lagi dipertimbangkan. Sebagai keluarga
rohani yg sedang bersama2 mengerjakan sebuah visi ilahi yg mulia, semestinya
kita menghargai kemuliaan visi dan panggilan ini lebih daripada kemuliaan
keluarga jasmani kita sendiri. Kita dipanggil keluar dari keluarga jasmani kita
oleh TUHAN untuk dimasukkan dalam sebuah keluarga rohani-Nya.
Hendaklah kita menyelaraskan pola pikir kita dengan kebenaran
Firman TUHAN sehingga kita didapati benar dalam mengambil setiap keputusan
penting dalam hidup kita.
Sola Gracia, Soli Deo Gloria
Papi